Minggu, 03 Maret 2013

SANITASI PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


TUGAS
MANAJEMEN LINGKUNGAN INDUSTRI
SANITASI








DISUSUN OLEH
ILHAM ANANTO                     E1F111007
SURIPTO                                    E1F111020
ANITA REZEKI                          E1F111043
PAHRIAH                                   E1F111047
YUSLIM AZIFATILLAH         E1F110023





PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
Pendahuluan
Agroindustri adalah industri yang memberi nilai tambah pada produk pertanian dalam arti luas termasuk hasil laut, hasilk hutan, peternakan dan perikanan (Handito Hadi Joewono). Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan industrinya termasuk padat karya. Negara-negara yang dapat mengolah kelapa sawit dengan baik bisa mendapatkan hasil yang sangat menguntungkan dari industri produk ini.
Indonesia sebagai negara yang tanahnya subur jika ditanami kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industry kelapa sawit, terlebih lagi di tahun 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
CPO (Crude Palm Oil) adalah hasil gilingan dari daging sawit yang merupakan jenis minyak kelapa sawit yang menjadi unggulan ekspor Indonesia dengan penggunaan utamanya sebagai bahan pangan (contohnya minyak goreng, sabun, dan margarine) dan oleokimia (bahan kimia yang mengandung lemak) seperti Fatty Acid, Fatty Alkohol, Glyserine, dan Stearic Acid. Dibanding CPO, produk oleochemical memiliki nilai tambah lebih tinggi dan harga yang stabil, namun sebagian besar CPO di Indonesia tersebut diekspor dalam bentuk mentah, sehingga kita tidak mendapatkan nilai tambah lebih lanjut dari pengolahan produk hilir CPO.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Tanaman kelapa sawit ini terbagi atas tiga tipe berdasarkan karakter ketebalan cangkang buahnya, yaitu dura (D), tenera (T) dan pisifera (P). Jenis dura memiliki cangkang yang tebal (2-5 mm), tenera memiliki ketebalan cangkang 1-2,5 mm dan pisifera hampir tidak memiliki inti dan cangkang. Ketebalan cangkang ini sangat erat kaitannya dengan persentase mesokarp/buah (berasosiasi dengan kandungan minyak) dan persentase inti/buah (berasosiasi dengan rendemen inti).
Buah merupakan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi dibanding bagian lain. Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan buah pada umur 30 bulan setelah tanam. Buah pertama yang keluar (buah pasir) belum dapat diolah di PKS karena kandungan minyaknya yang masih rendah. Buah kelapa sawit normal berukuran 12-18 g/butir yang duduk pada bulir, dan bulir-bulir ini menyusun tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit. Setiap TBS berisi sekitar 2000 buah sawit, dan TBS inilah yang dipanen dan diolah di Pabrik Kelapa Sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) (PPKS, 2004).
Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon. Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan lain-lain (PPKS, 2005).
Kelapa sawit memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya, harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya, industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan, minyak sawit dapat digunakan sebagai minyak pelumas yang filmis (merata tanpa bolong) sehingga banyak diaplikasikan di industri logam sebagai rolling oil, serta kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan.
Lahan tanaman kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Tahun 1991, luas perkebunan sawit mencapai 1.311 ribu hektar. Dan tahun 2000, luas lahan kelapa sawit mencapai 3.393 ribu hektar.
Pada tahun 2006, Indonesia memproduksi 15,9 juta ton CPO, dan 11,6 juta ton diantaranya diekspor. Sampai Oktober 2007, produksi CPO sudah mencapai 16,9 juta ton, dan diprediksi bisa mencapai 17,2 ton tahun ini. Dengan lahan tanaman 6 juta hektar, Indonesia melaju melewati angka produksi Malaysia (Kurniawan, 2007).
Produk utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit (palm oil) dan minyak inti sawit (kernel oil) yang berasal dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp, sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak sawit diperoleh melalui proses ekstraksi dan proses pemurnian.
Dalam kenyataannya, minyak sawit merupakan minyak yang cukup luas untuk dikonsumsi sebagai minyak pangan, terutama dalam bentuk minyak gorenng, margarine, minyak hidrogenasi dan shortening. Secara umum, Naibaho (1998) mengelompokkan empat macam industri pengolahan yang menggunakan minyak dan inti sawit sebagai bahan baku, yaitu : industri pangan, farmasi, sabun dan kosmetika, serta oleokimia.
Secara singkat pengolahan kelapa sawit dapat dilihat dari diagram dibawah ini :
Proses produksi CPO memiliki beberapa tahap, proses dimulai dari tahap penerimaan tandan sawit segar (TBS) yang dilakukan di loading ramp. Tahap berikutnya adalah sterilisasi, yaitu perebusan buah dengan steam.Steam yang digunakan bertekanan 3 kg/cm2dansuhu 140oC selama 75-90 menit. Setelah sterilisasi, buah dipisahkan dari tandan. Tahap ini dikenal sebagai pemipilan atau treshing. Buah yang telah dipisahkan dari tandan dilumatkan menggunakan steam pada suhu 90oC dengan menggunakan digester. Pada tahap berikutnya, minyak diekstrak dari serat. Proses terakhir adalah pemurnian. Selain menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan minyak inti kelapa sawit (PKO).

SANITASI LINGKUNGAN KELAPA SAWIT

Sudah merupakan sifat alamiah manusia untuk berusaha mengubah lingkungan dengan cara-cara tertentu untuk menghasilkan kondisi yang paling menguntungkan baginya. Salah satu contoh dari usaha ini tercakup dalam ilmu sanitasi (sanitary science). Secara luas ilmu sanitasi adalah penerapan prinsip-prinsip tersebut yang akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia.
Konsep Zero Emissions seyogyanya dapat diterapkan pada Industri Kelapa sawit, karena konsep ini mempunyai falsafah dasar yang menyatakan bahwa proses industry seharusnya tidak menghasilkan limbah dalam bentuk apapun karena limbah tersebut merupakan bahan baku bagi industry lain. Melalui penerapan konsep ini, proses-proses industry akan menghemat sumber daya alam, memperbanyak ragam produk, menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru serta mecegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Limbah yang dihasilkan dari produksi kelapa sawit diantaranya adalah limbah padat dan limbah cair. Limbah padat umumnya digunakan untuk sumber pakan ternak, selain sumber pakan ternak dapat juga digunakan sebagai pupuk organik tanaman kelapa sawit. Volume sumber limbah padat di perkebunan kelapa sawit cukup besar, berasal dari daun, pelepah, dan tandan. Keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan oleh penyediaan pakan ternak (Djaenudin, et al., 1996). Ketersediaan pakan akan menentukan keberlanjutan usaha peternakan pada suatu wilayah. Di Indonesia sumber pakan ternak cukup banyak variasinya, antara lain dari pelepah sawit, dan bungkil sawit.
Dari setiap produk limbah cangkang sawit, 12 persennya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dan sisanya diproses dijadikan kompos untuk pemupukan kelapa sawit. Pembuatan kompos sebagai sumber pupuk, dengan cara memanfatkan bungkil sawit ditambah dengan kotoran sapi (Deva et al., 2010). Salah satu limbah yang dihasilkan dari produksi kelapa sawit diantaranya adalah tandan kosong kelapa sawit. Menurut Ditjen PPHP Departemen Pertanian (2006), tandan kosong kelapa sawit umumnya dapat langsung dibuang ke lingkungan atau dimanfaatkan tanpa harus diolah terlebih dahulu. Tandan kosong kelapa sawit biasanya dimanfaatkan sebagai mulsa di lahan perkebunan yang berfungsi sebagai penambah nutrisi tanah dan membantu mengurangi dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman serta produksi pada saat kemarau. Tingkat polusi lingkungan telah dapat diminimalisir setelah pelarangan pembakaran tandan kelapa sawit kosong.
Manfaat perkebunan kelapa sawit yang sudah banyak dirasakan oleh peternak terutama adalah potensi hijauan yang tumbuh sebagai gulma di areal tanaman sawit. Limbah kebun sawit yang cukup potensial bagi produksi ternak adalah pelepah dan daun tanaman sawit yang oleh perusahaan dibuang setiap pemanenan tandan buah sawit. Kebun sawit dapat menghasilkan limbah pelepah sebesar 10,5 ton/Ha Limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan tambahan sumber energi dan protein. Harga limbah kelapa sawit umumnya masih relatif sangat murah. Namun dalam pemanfaatannya perlu dicermati kandungan nutrisi dan bentuk fisiknya yang dapat mempengaruhi pemanfaatan dan nilai ekonominya, seperti: pelepah atau daun sawit banyak mengandung serat kasar dan lignin (Deva et al., 2010). Dalam sistem produksi peternakan, disamping kualitas bibit, pakan merupakan komponen utama yang menentukan tingkat produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
Limbah cair kelapa sawit digunakan sebagai pupuk. Metode aplikasi limbah cair yang umumnya diunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui pipa yang dialirkan ke parit. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap air tanah di sekitar areal aplikasinya (Hidayanto, 2007).
Untuk menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan limbah. Limbah yang keluar dari PKS berbentuk padatan, gas, dan cair. Limbah yang keluar dari PKS sebenarnya belum bisa dikatakan 100% sebagai limbah, lebih tepat dikatakan produk samping atau side product.
Limbah padat yang keluar dari PKS meliputi tandan kosong (tankos) dengan persentase sekitar 23% terhadap TBS, abu boiler (sekitar 0.5% terhadap TBS), serat (sekitar 13.5% terhadap TBS) dan cangkang (sekitar 5.5% terhadap TBS).
Limbah padat yang keluar dari PKS umumnya tidak memerlukan penanganan yang rumit. Limbah padat dapat digunakan lagi sebagai bahan bakar, pupuk, pakan ternak, dan juga bisa dijual untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
Serat, cangkang dan tankos bisa digunakan sebagai bahan bakar. Abu boiler dapat diaplikasikan langsung sebagai sumber pupuk kalium, tankos sebagai pupuk dengan cara menjadikan mulsa dan pengomposan. Ampas inti digunakan sebagai pakan ternak.
Terdapat dua sumber pencemaran gas yang keluar dari PKS yaitu boiler yang menggunakan serat dan cangkang sebagai bahan bakar dan juga incinerator yang membakar tankos untuk mendapatkan abu kalium. Pada saat ini incinerator sudah mulai ditinggalkan.
Limbah yang menjadi perhatian di PKS adalah limbah cair atau yang lebih dikenal dengan POME (palm oil mill effluent). POME ialah air buangan yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit utamanya berasal kondensat rebusan, air hidrosiklon, dan sludge separator. Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m3 POME. POME kaya akan karbon organik dengan nilai COD lebih 40 g/L dan kandungan nitrogen sekitar 0,2 dan 0,5 g/L sebagai nitrogen ammonia dan total nitrogen.
Teknologi pengelolaan POME umumnya dengan menggunakan teknologi kolam terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari. Teknologi kolam terbuka ini memerlukan lahan yang luas (5-7 ha), biaya pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan emisi gas metana ke udara bebas.
Saat ini pengelolaan POME dengan hanya menggunakan kolam terbuka mulai dianggap kurang efisien dan kurang ramah lingkungan. Para pemilik atau pengelolan PKS sudah mulai merubah dengan memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi pengelolaan lainnya. Ada beberapa teknologi pengolahan POME yang baru saat ini, diantara teknologi yang baru itu adalah membran dan terakhir terdengar dengan elektrokoagulasi. Munculnya atau adanya perkembangan teknologi pengelolaan POME ini disebabkan oleh beberapa maksud dan tujuan tertentu.
Dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit ternyata menimbulkan beberapa masalah. Masalah tersebut antara lain di perkebunan kelapa sawit dan pada proses pembuangan limbah. Perluasan perkebunan kelapa sawit yang sangat ekspansif ternyata membawa berbagai dampak positif dan negatif. Dari berbagai literatur dampat disimpulkan beberapa dampak negatif dari pengembangan kelapa sawit, antara lain:
1.         Penggunaan lahan gambut untuk perkebunan lahan sawit yang salah, ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap pemanasan global.
2.         Hutan alam menjadi sangat monokultur. Hutan alam yang seharusnya menjadi sumber penangkap carbon menjadi berkurang kemampuannya dalam menangkap carbon yang dapat mempengaruhi pemanasan global (Efek Rumah Kaca).
3.         Terganggunya Keseimbangan ekologis. Hilangnya berbagai flora dan fauna yang khas dan unik menyebabkan keseimbangan menjadi terganggu.
4.         Kebutuhan tanaman kelapa sawit yang sangat haus akan air tanah.
Beberapa dampak negatif inilah yang antara lain menjadi alasan berbagai pihak yang menuding agroindustri kelapa sawit terutama pada saat pembukaan lahan baru sangat mempengaruhi pemanasan global.
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Kehadiran kebun kelapa sawit dan pabrik pengolahannya ternyata menimbulkan dampak negatif dan positif. Pada proses pengolahan tandan buah sawit (TBS) menjadi minyak sawit (CPO), akan mengahasilkan limbah dalam bentuk padat, cair maupun gas. (PPKS,2004). Hal ini ditambahkan Kurniawan (2007) yang mengemukakan beberapa kasus penyimpangan dalam industri kelapa sawit, seperti : pembakaran lahan hutan untuk dijadikan kebun kelapa sawit, adanya residu agrochemical (pestisida, pupuk, dan lain-lain) pada kelapa sawit, tata letak penanaman kelapa sawit yang menyebabkan erosi dan longsor pada bibir sungai, adanya limbah padat PKS (tandan kosong, cangkang, serat) cair (air kondensat, sisa minyak) dan gas (PAH/polyaromatic hydrocarbon) yang tidak diolah/di-treatment terlebih dahulu sebelum dibuang. Beberapa kasus tersebut menyebabkan adanya permintaan konsumen, khususnya konsumen luar negeri dan lembaga-lembaga peduli lingkungan yang menuntut adanya ketelusuran yang jelas mengenai asal produk, baik kebun, pabrik, hingga sampai ke konsumen.
Agar pelaksanaan AMDAL dberjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/ pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan. Dokumen AMDAL terdiri dari :
1.         Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
2.         Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
3.         Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
4.         Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Untuk mencapai industri kelapa sawit yang berkelanjutan diperlukan penerapan standar ISO 14000 dengan konsisten. Perlu ditekankan bahwa penerapan ISO 14000 ini seharusnya bukan merupakan beban, akan tetapi justru sebagai investasi bagi perusahaan untuk meraih keuntungan yang lebih besar akibat penerimaan konsumen yang lebih baik terhadap produk yang telah disertifikasi.
Beberapa tujuan yang akan dicapai dalam penerapan ISO 14000:
·         Optimalisasi produktivitas dan penghematan biaya (efisiensi)
·         Mengurangi resiko lingkungan
·         Meningkatkan image organisasi
·         Meningkatkan kepekaan terhadap perhatian publik
·         Memperbaiki proses pengambilan keputusan
Manajemen lingkungan merupakan manajemen yang tidak statis melainkan sesuatu yang dinamis, sehingga diperlukan adaptasi atau suatu penyesuaian bila terjadi perubahan di perusahaan, yang mencakup sumberdaya, proses, dan kegiatan perusahaan. Diperlukan pula penyesuaian seandainya terjadi perubahan di luar perusahaan, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan pengetahuan yang disebabkan oleh perkembangan ekologi.
Produksi Bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela (voluntary) sebab penerapannya bersifat tidak wajib. Konsep Produksi Bersih perlu diterapkan di agroindustri kelapa sawit karena bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif.
Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995) mendefinisikan Produksi Bersih sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.
Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan adalah strategi yang perlu diprioritaskan dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan. Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997).
Berikut ini salah satu contoh teknologi pengelolaan limbah hasil penelitian PPKS (2004) yang merupakan bagian dari produksi bersih. Teknologi tersebut adalah pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). LCPKS sifatnya sangat merusak kualitas ekologi perairan tempat pembuangannya. Karena itu harus dikelola dikelola dengan baik sehingga jumlah/debitnya dan kualitasnya layak untuk dibuang ke perairan umum.
Beberapa pendekatan yang diterapkan dalam pengelolaan atau pengendalian LCPKS adalah:
a.       Konservasi air:
b.      Pemisahan dan daur ulang air pendingin turbin, air kondensat dari boiler, overflow/tumpaan dari pengering vakum
c.       Pengaturan penggunaan ar dengan efektif (Good in-house keeping)
d.      Upaya menurunkan BOD dibawah batas maksimum yang ditetapkan pemerintah, misalnya menjadi 50 mg/l, pemisahan minyak yang ikut bersama LCPKS, mereduksi BOD dengan cara kimia, fisik dan biologis.


SANITASI DI PT. AGRICINAL

Upaya-upaya penerapan program Zero Emissions telah cukup banyak dikembangkan oleh Industriawan perkelapasawitan di Indonesia seperti dilaksanakan di PT. Agricinal, dimana salah satu upayanya adalah melakukan atau menerapkan Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISS). Dalam SISS kegiatan pada Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) dengan mengutip materi organik tersuspensi pada limbah cair yang keluar dari Continous Settling Tank PMKS untuk kemudian difermentasikan menjadi pakan ternak. Dan produk samping dari kegiatan perkebunan, yaitu pelepah dan daun sawit dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Pakan ternak yang dihasilkan tersebut tidak untuk dijual, tetapi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak di perkebunan kelapa sawit PT. Africinal untuk mendukung SISS yang diterapkan di Agricinal dan perkebunan plasma masyrakat binaan PT. Agricinal. Sehingga ternak sapi dapat dijadikan sumber investasi dan tambahan pemasukan bagi pemilik sapi, dimana pada perkebunan PT. Agricinal dan plasmanya, permanen adalah pemilik sapi.
Secara ekologis, sistem pencernaan sapi akan mempercepat proses dekomposisi material organic dalam limbah cair yang akan mempercepat atau membuat siklus material menjadi siklik dan cepat.
Pada proses pengelolaan limbah baru ada 4 unit pengolahan limbah (decanter dan membrane keramik untuk pengolahan heavy phase, inti penukar panas dan tangki pengendap kontinyu untuk pengolahan kondensat) serta 2 unit kegiatan baru yang ditambahkan, yaitu pabrik pakan ternak dan pabrik PKO.  Di dalam decanter , terjadi pengutipan padatan (solid) dan light phase dari limbah heavy phase  yang keluar dari continous settling tanks, sehingga dapat mengurangi komposisi bahan pencemar limbah sebanyak 17.6% (minyak dalam light phase dan cake). Non Oil Solid (blondo) yang dikutip decanter dapat dijadikan sumber pakan ternak. Dari setiap 30000 TBS setiap jamnya dapat dihasilkan NOS yang terdapat pada cake (236.24 Kg) dan heavy phase 537.51 Kg.
Heavy Phase yang keluar dari decanter yang memiliki ukuran solid yang sangat halus dapat dikutip dengan menggunakan membrane keramik. Solid yang didapat dari pengutipan dengan decanter akan difermentasikan dengan menggunakan Aspergilus niger sehingga ada peningkatan kadar protein, penurunan kadar air dan pengawetan bahan.
Pada akhirnya melalui penerapan konsep Produksi Bersih maupun Zero Emissions diharapkan terjadi efisiensi dalam proses produksi yang senantiasa memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Dalam kondisi krisis moneter seperti saat ini, sector agroindustri yang merupakan salah satu tulang punggung pertumbuhan ekonomi dapat lebih berdaya saing dalam menghadapi era perdagangan bebas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengolahan      Hasil Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Kurniawan, Wawan. 2009. Jurnal Teknik Industri : Urgensi Pembangunan A groindustri Kelapa Sawit Berkelanjutan Untuk Menguangi Pemanasan Global. Universitas Trisakti. Jakarta.

PPKS. 2004. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pedoman Umum : Program Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, Kakao). Jakarta: Departemen Pertanian.

Bratasida, Liana. 1996. Prospek Pengembangan Sistem Manajemen Lingkungan di Indonesia. BAPEDAL. Jakarta.

Hadiwiardjo, Bambang, 1997. ISO 14001- Panduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.

Hermawan T. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Radjagrafindo Persada. Yogyakarta.

Deva, C.,S.Martini, dan Marimin. 2010. Sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah padat kelapa sawit. J. Tek. Ind. Pert. 20(2):130-142.

Hidayanto, M. 2007. Limbah sawit sebagai sumber pupuk organic dan pakan ternak. Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industry Olahannya sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Hal. 84-90.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Makalahnya sangat bermanfaat.
Sukses selalu :)
www.goldenmandiri.com